Judul buku : Santri Kalong
Penulis : M. Shoim Haris
Penerbit : Cupid, Yogyakarta
Tahun terbit : Cetakan pertama, 2012
Jumlah halaman : 316 halaman
Desain Cover : Su’ud
Tata letak : Prapti
Tebal buku : 1,9 cm
Ukuran buku : 14,1 x 20,1 cm
Nomor ISBN : 979-2495-03-7
978-979-2495-03-4
Meski tidak selalu menceritakan suasana kesantrian, penulis Novel ini berusaha mengambil peran santri dalam mendorong era Reformasi. Seorang Anto anak blantik sapi yang sejak lahir menderita kemiskinan menjadi saksi perjalanan sejarah bangsanya. Menjadi santri tulen (bermukin di pesantren) adalah cita-cita dirinya sendiri dan kedua orang tuanya. Karena keadaan yang serba terbatas, menjadi santri tulen adalah sebuah kemewahan yang sulit untuk digapai. Belum lagi ayahnya yang pergi untuk selamanya saat ia berusia enam tahun. Keinginan kuat yang ada dalam dirinya untuk menjadi santri tidak menghancurkan impiannya belajar di pesantren. Jadilah ia santri kalong, santri yang belajar agama tanpa menginap di pesantren.
Pengalaman dan persahabatannya dengan Rohman (santri mukim) membuat Anto menjadi sosok yang memiliki etos tinggi sehingga menghantarkan posisi yang tinggi pula di sebuah koran ternama Surabaya. Segala rintangan batin maupun fisik dilalui dengan selalu menerapkan petuah ibunya. Pergulatan dengan dosen kritis dalam karirnya telah mengubah cara pandangnya terhadap sebuah cita-cita yang harus digengganm sebagai anak manusia. Hingga ia jatuh hati pada salah satu gadis yang memintanya untuk dibimbing mengenai dunia jurnalistik. Lantas bagaimana kelanjutan hubungan mereka? Bagaimana Anto berjuang agar ia dan ibunya terbebas dari penderitaan? Seperti apa kisah pergantian masa dari Orde Baru ke Reformasi?
Novel ‘Santri Kalong’ cenderung membahas masalah politik di era Orde Baru dan Reformasi. Secara tidak langsung kita bisa belajar sejarah dari novel tersebut. Minimal, kita menjadi tahu peristiwa apa saja yang terjadi pada saat itu. Selain itu dalam buku ini mengajarkan betapa pentingnya sabar dan bekerja keras. Sabar akan keadaan yang diderita dan bekerja keras agar bisa keluar dari penderitaan yang menjerat dirinya. Novel ini juga menajarkan kita untuk tidak selalu melihat ke atas, dalam artian tidak merasa minder atau iri dengan pencapaian dan kesuksesan orang lain. Harus bersyukur dengan apa yang dimiliki. Karena tidak semua orang seperti kita. Bahkan ada yang ingin menjadi seperti kita. Tidak pernah merasa puas adalah sifat alami manusia.
Dari keunggulan novel tersebut, ternyata terbesit kekurangan di dalamnya. Kekurangan yang ada dalam buku ini adalah banyak menggunakan bahasa jawa. Sehingga orang yang tidak mengerti bahasa jawa akan kebingungan karena tidak ada terjemahan dalam bahasa Indonesia.
Buku ini sangat direkomendasikan untuk semua orang khususnya kalangan remaja. Agar mereka tahu betapa pentingnya kerja keras, tekun, dan sabar apalagi di era yang sudah lebih modern dibanding era sebelumnya
Peresensi : Nasywa Azzahra Nathaniela