(0321) 322235 sman3mojokerto@yahoo.co.id
Senin, September 18, 2023
Uncategorized

Gus Yudi sang Pejuang Kesenian Jaranan di Bumi Majapahit

10views

Yudi Indramawan atau yang akrab disapa Gus Yudi ini merupakan seorang budayawan yang aktif di bidang seni dan budaya. Keikutsertaan secara aktif dalam bidang seni dan budaya inilah yang membuat ia diangkat sebagai wakil ketua dewan adat Mojokerto saat ini. Nama panggilan Gus Yudi ternyata bukanlah nama yang tidak disengaja, namun nama ini merupakan nama pemberian dari Jendral Purnawiranto yang kemudian ditirukan oleh orang terdekatnya hingga masyarakat yang mengenal dirinya.

Budayawan yang lahir di Surabaya pada tahun 1975 ini memiliki 5 orang anak. Ia bersama istri dan 5 anaknya saat ini tinggal di Balongkrai, Kota Mojokerto.

Pertemuan saya dan Gus Yudi berawal dari ketertarikan saya mengenai sosok yang sering muncul dalam grup kesenian yang sempat menjadi grup kesenian jaranan favorit saat saya duduk di bangku Sekolah Dasar. Walaupun ia merupakan salah satu orang yang mampu membuat penasaran, namun saya tetap merasa takut dengan penampilannya. Ia berpenampilan seperti seorang dukun, yaitu lengkap dengan baju hitam dan udeng serta rambut gondrong andalannya. Penampilan yang aneh dan sangar memperkuat kesan menakutkan untuk anak umur 10 tahun kala itu. Ternyata tanpa saya sadari seiring berjalannya waktu saat saya duduk di bangku SMA, saya dihadapkan dengan salah satu perlombaan yang berhubungan dengan seorang budayawan. Sehingga berkat perlombaan ini saya dapat mewujudkan keinginan yang sudah lama  terpendam.

Waktu yang telah saya nantikan telah datang, hari ini saya pergi ke rumah Gus Yudi diantar oleh ayah. Setelah sampai di rumahnya saya langsung dihadapkan dengan kedai kopi yang tak terlalu besar berada tepat di depan rumah Gus Yudi. Suasana kedai kopi saat itu memang agak ramai karena saya datang tepat di malam sabtu, sehingga banyak orang yang sedang berkunjung ke kedai kopi maupun sedang menunggu giliran untuk diberikan terapi oleh Gus Yudi.

Ketika saya tiba dirumah Gus Yudi saya mencium aroma dupa dan kemenyan yang sangat menyengat, aroma dupa dan kemenyan tersebut seolah menjadi ciri khas rumah budayawan terutama dalam kesenian jaranan. Tepat ketika saya masuk pertama kali saya dihadapkan dengan patung macan putih yang berdiri gagah di ruang tamu, agak sedikit menyeramkan untuk masuk ke rumahnya meskipun hanya di ruang tamunya saja.

Saya mulai memperhatikan satu persatu sisi ruang tamu. Di dinding berjejer rapi foto-foto Gus Yudi bersama dengan orang-orang hebat seperti, Walikota Mojokerto. Dan tak lupa pula fotonya ketika sedang mendapatkan penghargaan. Dari semua dinding perhatian saya terfokus hanya kepada satu tulisan yang berlafazkan nama Allah. Seketika pandangan saya berubah dan mulai agak sedikit tenang berada di dalam ruangan tersebut. Tak lupa di mejanya terdapat dupa dan beberapa peralatan seperti kendi, namun anehnya peralatan itu berada tepat di depan tulisan berlafaz nama Allah. Akhirnya waktu yang saya tunggu-tunggu pun datang, beliau masuk ke ruang tamu dan menemui saya untuk bersedia diwawancarai. Pertanyaan demi pertanyaan saya lontarkan satu persatu.

Ketika saya mulai bertanya mengenai kisah awal mula ia memutuskan untuk menjadi seorang budayawan, terkuak fakta ternyata beliau dulu merupakan seorang yang dholim. Menurut penuturannya, ia mengaku pernah menjadi seorang pemabuk dan pengguna narkoba. Namun, seiring berjalannya waktu ia menyadari dan memutuskan untuk berubah. Singkat cerita, Gus Yudi berkelana dari satu pondok pesantren ke pondok pesantren yang lain untuk mencari ilmu dan sharing dengan para kyai yang membuat akhirnya ia berubah dan memutuskan untuk mendirikan grup kesenian jaranan yang bernama “Eyang Macan Putih”.

Grup Kesenian Eyang Macan Putih ini sendiri berdiri pada tanggal 25 Februari 2009. Sesuai namanya, grup kesenian ini mempunyai lambang macan putih sebagai ciri khasnya. Hal ini nampak pada setiap pernak-pernik bahkan banner yang terpampang seringkali terdapat gambar macan putih sebagai suatu ciri khas yang selalu ada. Di grup kesenian ini selain turut dalam acara kebudayaan seperti Ruwatan dan Suroan, ternyata setiap hari Senin dan Kamis Gus Yudi menggelar acara doa bersama yang ditujukan untuk keluarga dan seluruh umat di nusantara. Selain itu, acara doa bersama digelar agar pandemi Covid-19 segera diangkat dari muka bumi. Acara doa bersama ini dibuka untuk umum terutama para pemuda, sehingga dapat menjadi kegiatan positif bagi mereka.

Namun tak sangka ternyata niat baik Gus Yudi yang ingin melestarikan kebudayaan mendapat penolakan dari warga setempat karena warga setempat menganggap bahwasannya jaranan merupakan kesenian yang identik dengan ilmu hitam dan ilmu sesat. Tapi penolakan itu nyatanya tidak dapat menghilangkan semangat seorang Gus Yudi dalam melestarikan kebudayaan jaranan sekaligus pembuktian bahwa kesenian jaranan tidak identik dengn ilmu hitam dan ilmu sesat. Gus yudi menganggap bahwasannya penolakan itu merupakan cambuk agar beliau lebih bersemangat lagi untuk melestarikan kebudayaan jaranan yang sudah mulai punah.

Ternyata semangat Gus Yudi tidak sampai disitu saja, ia berangkat ke Jombang untuk belajar dan kemudian disitulah awal ia bertemu dengan pihak Perdana Record yang kemudian sering meliput penampilan jaranan yang dibawakan oleh grup keseniannya sendiri yaitu Grup Kesenian Eyang Macan Putih. Berkat Tim Perdana Record itulah kesenian jaranan milik Gus Yudi mulai diketahui banyak orang dan membuat kesenian tersebut menjadi ramai peminat.

Alasan Gus Yudi ingin menjadi seorang budayawan yaitu karena timbulnya rasa cinta akan tanah air sebagaimana kesadaran sebagai generasi penerus bangsa yang membuat ia ingin melestarikan salah satu kebudayaan Indonesia yaitu Kesenian Jaranan. Berdirinya kesenian ini pula sebagai bentuk harapan bahwasannya agar kedepannya kesenian ini ada yang meneruskan sehingga tidak akan punah. Ia juga mengatakan dengan tegas bahwa, “Kalau bukan kita, siapa lagi?” Kalimat yang kemudian membuat saya terharu karena melihat semangat beliau yang sungguh luar biasa.

Hal menarik yang mencuri perhatian saya yaitu ketika Gus Yudi menceritakan bahwasannya selain menjadi dewan adat di Mojokerto beliau juga turut bergabung dalam Badan Penanggulangan Kenakalan Remaja. Bahkan beliau menunjukkan fotonya bersama Jendral Almandepari seorang pemberantas narkoba. Masa lalu beliau menjadi seorang pengguna narkoba inilah yang kemudian menjadi alasan besar mengapa ia turut tergabung dalam Badan Penanggulangan Kenakalan Remaja.

Cerita Gus Yudi di masa pandemi ini pun tidak kalah menarik. Seperti yang kita lihat pandemi telah membekukan sebagian aktivitas yang seharusnya boleh dilakukan saat sebelum pandemi, kini pada saat pendemi tidak diperbolehkan. Hal ini pun juga dirasakan oleh Gus Yudi dimana yang biasanya setiap ada hajatan ia selalu mendapat kesempatan tampil untuk mengisi acara, namun saat ini tidak diperbolehkan. Karena terlalu lama masa pandemi ini menjangkit Indonesia, ia mengeluhkan tentang peralatan untuk tampil banyak yang telah rusak. Bahkan harus membuang beberapa alat terutama Reog, yang menurutnya sangat sulit untuk dirawat. Sehingga yang dahulu ada 3 buah Reog sekarang tersisa hanya 2 buah Reog saja. Selain itu beberapa alat musik gamelan miliknya sudah mulai keropos terutama alat yang terbuat dari bahan kayu dan tembaga, kerusakan itu terjadi dikarenakan sudah terlalu lama tidak terpakai. Beberapa alat kesenian tersebut memang mahal harganya terutama pada saat ini yang jarang sekali ditemukan, sehingga sebisa mungkin selalu dibersihkan agar tetap bisa digunakan kembali. Namun jika telah sepenuhnya rusak maka tetap harus dibuang karena sudah tidak dapat dipakai kembali.

Nampak jelas bagaimana ekspresi Gus Yudi saat bercerita, ia sangat rindu sekali ketika ia bisa tampil langsung di lapangan dengan ditonton ratusan bahkan ribuan masyarakat. Terlepas dari itu nasib para anggotanya harus pula dipikirkan, beberapa dari mereka pasti menggantungkan hidupnya dari kesenian tersebut. Sehingga Gus Yudi dibantu oleh temannya pemilik usaha Coklat Majapahit untuk memberikan pekerjaan kepada para anggota yang ingin bekerja. Mereka akan diberikan gerobak dan modal untuk berjualan Coklat Majapahit. Sedangkan ia sendiri masih aktif bekerja sebagai terapis pengobatan alternatif. Sebelumnya Gus Yudi menuturkan kepada saya bahwa ia tidak menganggap pelestarian kesenian ini merupakan sebuah mata pencaharian, namun sebuah bentuk pengabdiannya terhadap tanah air dengan melestarikan Kesenian Jaranan.

Selain mengingatkan kepada para generasi muda untuk melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia, tak lupa Gus Yudi juga menyampaikan bahwasannya harus tetap patuh kepada protokol kesehatan dan anjuran pemerintah.

Di Masa pandemi ini tidak hanya para pelaku bisnis saja yang terkena dampaknya namun para pejuang budayawan pun terkena dampaknya. Sosok Gus Yudi merupakan cerminan seorang pejuang budayawan yang turut mengabdi terhadap kebudayaan Indonesia yaitu Kesenian Jaranan. Sudah sepatutnya kita sebagai generasi muda turut bangga dan ikut melestarikan kebudayaan walaupun hanya dengan cara mendukung pelestarian kebudayaan yang ada di Indonesia. Tidak sampai disitu saja, Gus Yudi juga berpesan penampilan seseorang tidak mencerminkan karakternya. Penampilan diibaratkan sebagai casing HP yang cukup menarik namun kenyataanya casing tidak menjamin bahwa HP tersebut juga bagus. Oleh karena itu, kita sebagai manusia tidak boleh memandang rendah sesuatu karena penampilan yang kurang anda sukai.

FAIS SOEMARNO PUTRI

Leave a Response